Kisah Kasih Duniamu

"…apalah arti sebuah kisah bila tidak ada kasih di dalamnya…"

beriman bukanlah kata-kata

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.
Faktor-faktor pemicu serangan jantung ialah merokok, mengonsumsi makanan berkolestrol tinggi, kurang gerak, malas berolahraga, stres, dan kurang istirahat.

Kemarin tetangga saya, Pak Ketut, burung perkututnya yang harganya Rp 10juta, sehat-sehat mendadak mati lehernya terjepit jeruji sangkarnya sendiri. “Apes deh! Padahal bulan lalu perkutut saya sudah ditawar orang dari Klaten, saya gak kasih..! Coba kalo saya kasihkan aja, dia gak mati dan saya dapat uang Rp 10juta. Saya punya 2 ekor, jadi masih sisa 1 ekor. Perkutut pejantan aduan yang juara harganya bisa Rp 300juta lho.., satu mobil baru!!” cerita Pak Ketut.

Beberapa waktu yang lalu, 4 burung pak Ketut juga hilang dicuri orang pakai mobil kijang warna hijau.

Seorang sahabat bertanya: ”Jika ada perampok jahat, sehabis merampok bank dan membunuh 2 Manajer Bank, menjadi kaya raya, lalu suatu hari ia bertobat, apakah ia masuk sorga?” tanyanya. Ada tertulis, ”Jika ia bertobat, ia bagai salju yang putih dan berhak kembali meraih sorganya..!” jawab sahabat yang lainnya.

Tuhan Maha pengampun, dalam batinnya. Lalu sahabat itu segera bergegas mau merampok bank dan besoknya ia bilang akan bertobat. Ternyata ia sudah meninggal duluan dijalan tertabrak mobil ketika menghampiri bank itu. Setiap manusia pastilah mati dan teman terdekat kita adalah kematian itu sendiri. Ia selalu berdiri di dekat kita setiap waktu.

Hati-hati dengan waktu dan ucapan. Karena buah dari ucapan adalah kenyataan. Buah dari ketenangan dan kesabaran adalah kebijaksanaan. ”Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” demikian kata-kata hikmat itu.

Di hari raya Idul Fitri kedua, saya diajak sahabat melayat ke temannya yang meninggal dunia. Ia eks pilot Garuda yang di”grounded”kan tahun 1992 karena mengidap gangguan jantung. Ia bukanlah tipe perokok seperti layaknya lelaki Indonesia.

Ia meninggal pada saat berkunjung silaturahmi lebaran ke sanak saudaranya di kawasan Jakarta. ”Persis setelah bapak selesai berdoa, dan mengucap Amminnnnnn, ia duduk dan lunglai lalu rebah ke belakang, ia meninggal mendadak siang itu…!” tutur sang istri yang berkedudung kain hitam dengan sedihnya. ”Kami pikir masih ada harapan, segera kami larikan ke rumah sakit terdekat, tapi kata dokter yang memeriksanya, bapak sudah lama meninggal…! Ini mendadak sekali, saya kaget .lemas..padahal kami sedang berkunjung lebaran….saya tidak siap sama sekaliii !!!” ceritera sang istri sambil terus mengelus dahi, rambut dan pipi jenasah suaminya. Menitik air matanya di pipinya yang putih.

Wajah jenasah ketika itu, masihlah segar, lemas, hangat seperti orang yang sedang tidur. Tidak nampak sama sekali wajahnya berubah pucat, kaku, dan dingin layaknya orang meninggal pada umumnya. Saya sudah melihat orang meninggal, barangkali sudah ratusan seumur hidup saya. Tanda kematian a.l. kaku, pucat dan dingin. Tanda kehidupan, lembut, segar dan hangat. Suatu keajaiban ia masih menunjukkan tanda kehidupannya, padahal sudah 8 jam meninggal. Ia bagai tertidur pulas, diam saja.

Pelayat banyak yang memakai baju dan kerudung serba hitam menyalami sang istri yang duduk di tikar dikerumuni sanak saudaranya. Semua serba biasa, berkabung. Ada anak-anak muda, laki dan perempuan kota, temannya anak dari bapak yang meninggal, duduk-duduk sambil bercanda, tertawa ria, merokok dan membuang sampah aqua dan tisue dimana-mana. Tempat melayat jadi arena yang tidak syahdu, penuh asap rokok, penuh sampah berserakan. Suasana hati terganggu, tidak enak sama sekali karena kelakuan para anak muda yang tidak bertanggung jawab itu. Di pihak satunya, keluarga yang di dalam rumah masih berkabung, ada yang berdoa di samping jenasah yang ditutup kain batik dan kain putih.

Wajah sang bapak tidak nampak cahaya kesedihan. ”Ia meninggal dalam damai. Ia orang yang baik, seorang bapak yang bertanggung jawab atas ekonomi keluarganya. Ia tetap berbisnis setelah resign dari Garuda. Ia cukupi keluarganya…! ia sekolahkan semua 3 anaknya dengan baik. Dua anaknya sudah lulus S-1, yang bungsu masih di SMA..!” kesaksian teman-temannya yang berbaju serba hitam.

”Si Eno memang anak baik sekali dia, ia jadi sahabat anak saya sudah lama… Ialah yang membimbing anak saya, selain umurnya lebih tua 1-2 tahun dari anak saya, memang pembawaannya sudah lebih matang dan lebih dewasa. Ia bisa diandalkan, anak saya masih kadang suka emosi tinggi..!” pujian dari sahabat saya yang ditujukan ke telinga saya dengan jujur dan polos apa adanya untuk si Eno, anak tertua bapak yang meninggal. Memang nampak, dari tadi si Enolah yang mondar-mandir mempersiapkan proses pemakaman ayahnya besok siang.

Alat untuk memandikan jenasah sudah siap dari masjid, tanah makam di Srengseh Sawah, Jakarta Selatan sudah disewa Rp 2 juta termasuk penggalian dan tenda Ia nampak sibuk dari tadi dan menunjukkan pribadi yang peduli dedikasi sebagai anak tertua. Dialah yang jadi pahlawan keluarga. Ia tidak berbaju hitam. Dengan baju apa adanya, kaos coklat yang dipakai sejak siang tadi masih menempel di badannya, belum sempat ganti. Pacarnya di sebelahnya terus saja menangis dan sambil mengatur konsumsi teman-temannya dan para tamu yang hadir.

Usia manusia tidak ada yang tahu! Tidak ada satupun orang pintar atau dukun yang bisa meramalkan ”kapan” kita meninggal (the best time to sleep). Tak ada yang tahu. Jika ada satu orang yang serba tahu, sangat super luar biasa, maka ia akan jadi orang yang super sangat kaya raya mengalahkan Warren Buffet, investor Amerika orang terkaya di dunia yang mengungguli Bill Gates tahun ini.

Minggu lalu, teman saya usia 58 tahun mendadak kena ”preliminary stroke” dan harus dirawat beberapa hari. ”Sehat itu mahal ya..!” katanya sesaat akan pulang dari RS Global. Teman saya yang satu lagi, 60 tahun, barusan tiba-tiba meninggal, padahal tidak menderita sakit apapun. Minggu lalu, ia baru saja general check-up dan hasilnya sangat bagus. ”Dokter bilang saya sehat sekali, gak ada masalah!!” itu ucapannya yang masih saya ingat.

Kapan kita akan didatangi sahabat-sahabat berbaju hitam seperti itu, tak ada yang tahu. Teruslah lakukan langkah-langkah kecilmu supaya nyala cahayamu terang benderang. Selagi hari masih siang, ada waktu tersisa. Ketika hari sudah malam, tak ada waktu tersisa bagi semua. Beriman bukanlah kata-kata.

10 Maret 2011 - Posted by | Cerita, Kehidupan, Pribadi, Renungan

5 Komentar »

  1. nice story pak… 🙂

    Komentar oleh andyanto | 13 Maret 2011 | Balas

    • thank’s a lot pak…
      jangan kapok buat mampir lagi ya.. 🙂

      Komentar oleh kkd | 1 April 2011 | Balas

  2. i like it beriman bukanlah kata-kata « Kisah Kasih Duniamu now im your rss reader

    Komentar oleh free software download | 23 Maret 2011 | Balas

    • thank’s abis buat rss-nya..
      kisah lainnya menunggu…
      hehe.. 🙂

      Komentar oleh kkd | 1 April 2011 | Balas

  3. jln2 dpt cerita kaya beginian…
    jd ga nyesel…
    Lanjutkan gan…

    Komentar oleh fajarutama | 1 April 2011 | Balas


Tinggalkan komentar